Nglindur

Nglindur
Capres.TOPsekali.com
Dalam sejarah kepresidenan kita, baru Gus Dur yang berani menjawab “Saya!” ketika sebagai tokoh ulama yang dihormati, guru bangsa yang disegani, ditanya tentang siapakah yang pantas menjadi Presiden NKRI.

Keterpilihannya oleh MPR adalah drama politik yang justru disayangkan sahabat-sahabat sejatinya. “Mengapa Gus Dur mau?”

Gus Dur dilengserkan oleh orang-orang yang sama dengan yang mendorongnya jadi Presiden. Semula mereka membujuknya bukan karena mereka sendiri tidak ingin jadi, tetapi – sangat mungkin benar – karena tidak punya nyali.

Kemudian, mereka juga melengserkannya bukan karena Gus Dur tidak mampu, tetapi – juga sangat mungkin benar – karena beliau tidak bisa dikendalikan seperti yang mereka rencanakan.

Mereka mungkin piawai berpidato, menggelorakan patriotisme dan nasionalisme, memuja puji Pancasila yang merawat kebhinnekaan kita. Namun, ‘pat gulipat’ mereka tanpa kamera dan mikrofon jelas bukan perilaku yang layak diteladani siapa pun. 

Setelah berhasil, mereka ‘nglindur’, lupa bahwa Gus Dur orang jujur.

Jokowi – kita tahu – bukanlah tokoh apalagi pemilik parpol. Ia juga bukan keturunan berdarah biru di jagat perpolitikan nasional. Silsilahnya tak pernah (dan semoga takkan pernah) ditarik hingga ke leluhurnya, yang mungkin adalah sultan ini atau sunan itu, pangeran anu, dst.

Yang terjadi, terjadilah. Ia terpilih dalam Pilpres 2014. Saat itu saya memuji keputusan Megawati Sukarnoputri yang menyerahkan mandat berlaga kepada kader partainya sendiri yang sudah lama diamati dan kemudian dipercayainya.

Kepemimpinan orang baik selayaknya memang melahirkan pemimpin yang lebih baik.

Jokowi bukan pribadi temperamental, ‘baperan’, apalagi ‘ugal-ugalan’. Ia menghadapi tantangan koalisi lawan di parlemen dengan kesabaran yang luar biasa.

Kritik, cemooh dan hinaan hingga hari ini disikapinya bagai pendekar berilmu taichi tingkat tinggi. Kerja-kerja-kerja menyibukkannya sebagai ‘primus inter pares’ yang berani mengambil risiko tak disukai oleh mereka yang merugi karena ‘efek Jokowi’.

Ternyata, lawan-lawan politiknya itu kecelik. Jokowi yang ‘lembah manah’ dan apa adanya justru tampil sebagai pribadi yang semakin dicintai rakyat.

Yang ‘nyinyir’ hanya sesekali ia sindir tanpa kehilangan senyuman dan tawa yang menyebabkan kerut di wajahnya menjelaskan kerja keras dan cerdas yang sedang digencarkan bersama kabinet dan jajaran pemerintahan yang dipimpinnya.

Yang gemar bernostalgia dan menganggap masa sebelumnya lebih ini atau itu dibalasnya dengan menunjukkan kinerja berkualitas dengan standar tinggi.

Pada saatnya nanti semua akan tahu, nafsu berkuasa yang menggebu bukanlah modal yang memadai untuk menjadi pengganti yang mampu melaksanakan tugas berat itu.

Maka yang mengetahui Trilogi Pembangunan warisan Orba sebagai prasyarat keberhasilan meraih cita-cita kemerdekaan kita secepat-cepatnya selayaknya malu jika bisanya hanya mengganggu.

Kritik itu perlu. Tapi tanpa data faktual dan usulan solusi alternatif – apalagi jika terburu nafsu mengusung slogan ABJ (Asal Bukan Jokowi) dengan berbagai varian tagarnya tanpa calon pengganti yang jelas lebih bermutu – sesungguhnya kritik yang mereka lancarkan hanya seperti ‘nglindure wong kang lagi turu’.

Jokowi memang tidak sempurna. Ia hanya pengusaha mebel, sehingga tidak ada anaknya yang mau dilimpahinya. Ia kurus, sehingga Kaesang mengalah ketika bertanding ‘pancho’ dengannya.

Ia bukan ahli pidato, sehingga justru gampang didekati dan mendekati masyarakat, saling bercanda seperti sahabat. Ia bukan ningrat golongan mana pun.

Pendek kata, jangan katakan kepadanya ya … Jokowi seasli-aslinya adalah kita!

Sayangnya, yang selama ini berniat mengganti dan atau menggantikannya terlalu bernafsu hingga malah menampilkan keaslian yang jelas tak membuat mereka layak untuk memimpin negara-bangsa besar nan istimewa ini.

Saya berharap tak lama lagi akan muncul capres yang lebih baik daripada Jokowi. Pasti ada kalau kita mau mencarinya di antara kita, bukan di antara mereka yang tak menganggap kita sesamanya!

Iya. Sejujurnya saya kasihan kepada Jokowi dan juga ingin ia diganti! Saya bersyukur apabila ia mau pulang kampung tanpa mengambil ‘hak pensiun’-nya, kemudian berlaku sebagai negarawan, kembali jadi rakyat yang tidak ‘nyinyir’ kepada pemimpinnya …

Tapi, 2024 nanti saja, ya ....
Capres.TOPsekali.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.